Jumat, 29 Maret 2013
RELASI AL-QURAN DAN ILMU PENGETAHUAN.
Oleh: Tauhedi As'ad
Pendahuluan
Pada dasarnya ilmu pengetahuan merupakan sarana obyekfitas yang berhubungan dengan alam pikiran dan akal manusia. Perbedaan manusia dengan makhluk lain terletak pada akal yang berfungsi. Ilmu pengetahuan sebagai alat memahami akan sesuatu untuk mengetahui kebenaran yang obyektif. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia dengan akalnya bisa menentukan arah oreintasi hidup yang bermanfaat bagi alam semesta, sehingga manusia dengan ilmunya mampu berbuat dan mendomanisi. Perkembangan ilmu pengetahuan mulai sejak awal manusia ada sampai berdirinya yang disebut dengan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Sementara pandangan Islam yang dijelaskan dalam al-Quran hanya membicarakan tentang keteraturan alam raya untuk tidak benturan dengan alam yang lain. Dengan bekal lmu pengetahuanpun, manusia menjadi fenomena, sehingga manusia mampu melakukan tugas dimuka bumi.
Banyak ayat-ayat al-Quran yang membahas tentang ilmu pengetahuan dan struktur penciptaan secara teratur agar alam terjaga dengan baik. Sehingga alam berjalannya dengan porosnya, oleh karenanya, seorang ahli filsafat menyatakan bahwa "manusia adalah alam kecil dan alam adalah manusia besar". Artinya manusia melakukan tugasnya sebagai pemimpin dibumi dengan baik maka alampun juga akan baik, jika manusia tidak berbuat baik maka alampun juga tidak akan berbuat baik. Jadi Sunnahtullah berlaku bagi manusia yang berakal untuk memanfaatkan alam ciptaannya agar alam menjadi persahabatan terhadap penghuni di alam raya ini. Inilah konsep dasar ilmu pengetahuan sesuai dengan dasar-dasar al-Quran yang diperuntukkan bagi manusia untuk dikelolah secara baik sesuai dengan kebutuhan zamannya. Agar ilmu pengetahuan tidak berikibat pada kesalahan berpikir sesuai dengan fungsi kode etik manusia sebagai makhluk yang bermoral. Tulisan ini mendeskripsikan ilmu pengetahuan secara tematik yang beroreintasi pada kesadaran manusia sesuai dengan nilai-nilai Quranik.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Perkembangan ilmu pengetahuan dilihat dalam konteks sejarah sekitar mulai abad 6 masehi dengan munculnya dongeng yang sering dijadikan referensi ilmu pengetahuan manusia. Ilmu pengetahuan Yunani kuno hanya berkisar pada pengetahuan tentang mitos yang melangit dengan manusia untuk mencari penjelesan tentang kejadian alam semesta melalui mite. Ada dua bentuk mite yang berkembang menjadi dua, yakni mite kosmogenis yang mencari asal-usul kejadian alam semesta dan mite kosmologis yang mencari asal-asul alam semesta serta sifat kejadian alam semesta. Konsep perkembangan ilmu pengetahuan mulai dari Tales sampai kontemporar lebih cenderung kecorak mite kosmologis yang memadukan antara kejadian asal-asul alam dengan sifat kejadian peristiwa alam.
Pandangan konsep ini merupakan awal permulaan ilmu pengetahuan manusia untuk mencari dan berpikir tentang alam yang kosmosentris sehingga paradigmanya berpusat pada teologis. Oleh karenanya, para ilmuan membagi dua pandangan dalam mencari ilmu pengetahuan yang pertama pemahaman secara teosentris dan kedua pemahaman dengan cara antroprosentris. Sedangkan teosentris berpusat pada pemahaman tentang ketuhanan yang berada diatas sementara antroprosentris titik sentralnya berpusat pada pemahaman tentang manusia yang berada di bawah. Inilah yang sampai sekarang menjadi kekuatan ilmu pengetahuan yang memisahkan konsep ilmu tentang Tuhan dan konsep ilmu tentang manusia secara ilmiah sesuai dengan konteks ilmu interdisipliner.
Sementara ilmu pengetahuan tidak lepas dari perolehan yang ditangkap oleh sarana yang di gunakan untuk mengetahui secara obyektif tentang kebenaran, karenanya ilmu pengetahuan yang diperoleh sangat penting untuk dilaksanakan, maka media yang digunakan ilmu pengetahuan adalah bersifat apriori. Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman bathin. Dengan demikian, ilmu pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan yang obyektif. Menurut John dalam Bukunya An Introduction to Philosophical Analisis mengemukakan ada enam alat untuk memperoleh pengetahuan, yaitu petama, pengalaman indra (sense experience), kedua, Nalar (reason), ketiga Otoritas (authority). Keempat Intuisi (intuition), kelima wahyu (revelation), keenam Keyakinan (faith). Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu subyek yang dihadapinya hasil usaha manusia untuk memahami suatu obyek tertentu. Karena korelasi pengetahuan dengan cabang filsafat yang memabahas pengetahuan disebut dengan epistemologi. Istilah lain dalam kepustakaan filsafat dari epistemologi adalah filsafat pengetahuan, gnosiologi, kritika pengetahuan, logika material, teori pengetahuan, dan kritriologi. Sementara epistemologi adalah merupakan cabang yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan validitiy pengetahuan.
Pada akhirnya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan secara sistemik didalam ukuran obyektifitas yang berdasarkan kaidah-kaidah logika yang akan melahirkan bentuk obyek material ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan menjadikan pokok pembahasan epstemologi pengetahuan. Oleh karenanya, sarana ilmu mempunyai lingkaran untuk kebenaran obyektif, maka gejala pengetahuan akan dapat menjelaskan secara sistemik diantara dari aktivitas, pengetahuan dan metode yang digunakan didalam ilmu pengetahuan. Sementara ilmu berjalan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan motode tertentu dan akhirnya metodis itu akan melahirkan pengetahuan yang sistematis.
Oleh karena itu, tanpa adanya sistematika atau struktur berpikir maka ilmu tidak akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar secara obyektif walaupun bersadarkan pada pengamatan dan pengalaman empiris. Manusia dengan ilmu pengetahuan secara faktual untuk memperoleh pengetahuan dengan sarana yang digunakannya tetap menggunakan metode sebagai jalan menuju kepada materi itu sendiri secara benar. Sasaran analisis ilmu pengetahuan akan bisa diverifikasi kebenarannya manakala obyek materialnya sesuai dengan metode yang akan dibidik untuk mendapatkan sasaran wacana. Dengan demikian ilmu pengetahuan akan berfungsi apabila aktivitas pengetahuan memiliki data yang valid untuk dijadikan sasaran wacana pengetahuan secara obyektif tanpa adanya intervensi kepentingan eksternal sehingga ilmu pengetahuan mempunyai karakteristik ilmiah yang sistematik.
Relasi Ilmu Pengetahuan Dengan al-Quran
Konsep perkembangan ilmu pengetahuan yang dijelaskan diatas, maka konsep berikutnya akan mengkaji tentang relasi ilmu pengetahuan menurut al-Quran, sebab al-Quran tidak akan berfungsi manakala tidak ada dijelaskan secara ilmiah untuk merumeskan metodologi yang relevan dengan perkembangan zaman. Dengan al-Quran, akal bisa melanjutkan tradisi ilmu pengetahuan yang digunakan bermacam perpektif ilmu. Salah satu contoh ilmu dengan pendekatan sosial-politik dan ekonomi-pendidikan dan lain sebagainya. Intinya cara menggunakan didalam memahami al-Quran menggunakan dua kategori, yang pertama menggunakan dengan akal dan pikiran, yang kedua dengan cara menggunakan nash dan wahyu.
Pada perkembangannya, ilmu pengetahuan lebih fokus pada kajian tentang ilmu-ilmu humaniora dan ilmu eksakta tanpa melibatkan konsep wahyu sebagai dasar pemahamannya. Pada umumnya para pengkaji ilmu pengetahuan identik dengan ilmu pengetahuan sains, padahal ilmu pengetahuan merupakan alat berpikir untuk mendapatkan pengetahuan itu sendiri. Akan tetapi perkembangan umat islam dengan pemikir barat berbeda cara memandang terhadap ilmu pengetahuan, sehingga paradigma yang gunakan juga berbeda pula. Sedangkan dari kalangan umat Islam memandang ilmu pengetahuan dengan nash sebagai sumber primer kemudian dikembangkan kedalam kehidupan secara ilmiah yang terikat dengan nilai itu sendiri. Sementara dari kalangan pemikir barat menggunakan paradigma rasionalitas instrumental dengan satu-satunya ilmu pengetahuan posistivistik yang cenderung mengedapankan rasio sebagai pusat kebenaran sehingga melahirkan pemahaman tidak terikat pada nilai.
Dengan demikian, al-Quran sebagai sumber ilmu pengetahuan untuk memahami secara universal terhadap alam. Menurut pandangan Mahdi Ghulsyani menyebutkan, bahwa membagi ayat-ayat dalam al-Quran tentang kebenaran ilmu pengetahuan dengan pembagian berikut: pertama, ayat-ayat yang mengambarkan elemen-elemen pokok obyeknya atau menyeluruh tentang manusia untuk menyingkapkannya, kedua, ayat-ayat yang mencakup masalah cara penciptaan obyek-obyek material maupun yang menyuruh manusia untuk menyingkap asal-usulnya, ketiga, ayat-ayat yang menyuruh manusia untuk menyingkap bagaimana alam semesta ini berwujud, keempat, ayat-ayat yang menyuruh manusia untuk mempelajari gejala-gejala alam, kelima, ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah bersumpah atas berbagai obyek alam, keenam, ayat-ayat yang merujuk tentang beberapa gejala alam, untuk menjelaskan kemungkinan terjadinya hari kebangkitan, ketujuh, ayat-ayat yang menekankan kelangsungan dan keteraturan penciptaan Allah, kedelapan ayat-ayat yang menjelaskan keharmonisan keberadaan manusia dengan alam semesta.
Gambaran diatas merupakan keteraturan alam yang dijadikan oleh Tuhan didalam mengatur alam raya agar alam harmonis berjalan dengan porosnya sesuai sunnatullah berlaku. Sementara ilmu pengetahuan yang berkembang selalu bertentangan alam sesuai dengan keinginan manusia sehingga alam tidak harmonis. Mestinya, alam ciptaan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menjaga dan memeliharanya dengan akal yang sehat, sedangkan akal itu memiliki peranan dan fungsi yang sangat besar bila dimanfaatkan dengan baik. Akallah yang menghantarkan terwujudnya sains dan teknologi modern. Semakin dapat memberdayakan akalnya, semakin berhasil mencapai kemajuan. Tdak ada satupun bangsa dan Negara dapat mencapai kemajuan dengan mengabaikan akalnya.
Dalam al-Quran banyak menjumpai istilah yang berbentuk kata kerja yang menggambarkan proses akal setelah manusia ditunjukkan kehebatan alam ciptaan Tuhan ini. Pada surat al-Nahl (16): 11-13 secara berurutan terjadi proses berpikir dengan menggunakan kata-kata yang berbeda yatafakkarun (memikirkan), ya'qilun (memahami), dan yazzakkarun (mengambil pelajaran). Menurut Arkoun, penggunaan tiga kata kerja yang berbeda dalam konteks yang sama tersebut menandakan bahwa, aqala menunjuk pada aktivitas yang tidak dapat dibagi-bagi dengan mengikutkan pendengaran, penglihatan, sentimen, ingatan, pemahaman, instropeksi dan panetrasi. Jadi dalam pelaksanaannya, aqala itu melibatkan peleburan proses inderawi dan rohani manusia sekaligus.
Manusia Dan Ilmu Pengetahuan
Relasi ilmu pengetahuan dengan manusia sangat fenomenal, karenanya sejak manusia ada seringkali menjadi perdebatan sengit sehingga berimplikasi terhadap eksistensi manusia sebagai pemimpin dimuka bumi. Realitas sejarah yang termaktub dalam al-Quran bahwa manusia dikritik secara kritis oleh makhluk lain yang bernama malaikat tentang manusia yang perusak dengan penuh menumpahkan darah. Gambaran ini merupakan simbolisasi yang diasosiasikan kepada Adam sebagai manusia dalam dimensi tertentu untuk melakukan hasrat dengan ilmu pengetahuan yang cenderung mengarahkan kepada kebaikan pada satu sisi, sedangkan satu sisi lain manusia melakukan sesuatu yang tidak baik,
Sementara ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh manusia dengan sarana ilmu yang digunakan untuk melakukan kepada hal-hal yang bermanfaat demi berlangsungnya kesejahteraan hidupnya, akan tetapi proses pengetahuan yang dimiliki oleh manusia berdasarkan pada obyek tertentu didalam memahami kebenaran secara subyektif. Ada beberapa kategori dasar manusia yang berilmu untuk menginginkan kehidupan yang mampu untuk mengatur alam raya di bumi, yaitu pertama, manusia tidak siap hidup di alam yang pertama yaitu alam Azali, yang kedua, manusia merupakan mahkluk yang tidak pernah puas dengan apa yang telah dilakukan dan dicapainya, yang ketiga, ilmu juga berkembang dan sekaligus menjadi kebutuhan karena manusia merupakan makhluk yang memiliki kebutuhan akan jawaban atas pertanyaan tentang makna sebagai sesuatu immaterial dan bathin.
Dengan pandangan diatas, bahwa manusia merupakan makhluk rasional yang dibekali ilmu pengetahuan untuk melakukan sesuai apa yang telah di rencanakan sehingga keinginan tercapai, namun pada sisi lain manusia tetap merencanakan sesuatu yang baru untuk menjawab pertanyaan makna realitas yang baru pula, serta mampu membawa kepada jalan yang benar. Walaupun manusia mempunyai akal dan pikiran untuk berbuat sesuatu di bumi demi kemaslahatan manusia secara keseluruhan. Akan tetapi perkembangan ilmu pengetahuan mengambil posisi yang sangat penting untuk mengembangakan ilmu pengetahuan yang disebut dengan teknologi modern. Inilah saatnya manusia memasuki alienasi kesadaran muncul tanpa adanya kekuatan spritualitas yang tinggi.
Alienasi manusia pada abad modern ini akan menghancurkan kesadaran subyek dirinya masing-masing, karena melupakan eksistensi manusia sebagai makhluk berpikir, sehingga manusia kontemporer dimanjakan oleh alat-alat teknologi yang serba tersedia, bahkan akal tidak lagi sebagai sarana berpikir dinamis untuk berbuat substantif terhadap pembaharuan pemikiran manusia sepanjang zamannya. Akan tetapi realitas yang berkembang bahwa teknologi akan mampu mendominasi manusia menjadi hegemonik didalam percaturan kekuasaan Negara, sehingga tanpa disadari ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjelma ideologi baru atau agama baru. Dan inilah perkembangan ilmu pengetahuan manusia pada abad kekinian yang dapat merusak eksistensi manusia sebagaimana malaikat protes tentang manusia sebagai pemimpin di Bumi.
Eksistensi manusia sebagi makhluk subyek akan berbalik pada dirinya sebagai obyek ilmu pengetahuan, padahal ilmu pengetahuan adalah sarana yang terus dikaji bermacam variasi sesuai dengan paradigma berpikir yang berdasarkan nilai-nilai pesan Tuhan. Dengan struktur manusia untuk membangun ilmu pengetahuan sesuai sarana dan alat yaitu pengelaman inderawi yang akan menjadikan obyektifitas didalam memahami kesadaran berpikir manusia secara umum. Oleh karenanya, manusia dengan ilmu pengetahuan tidak berpisah dan saling melengkapi struktur berpikir yang sesuai dengan paradigma didalam menentukan kebenaran obyektif. Sedangkan teknologi pengetahuan merupakan alat untuk dikembangkan secara obyektif sesuai dengan batas dan ruang lingkup pembahasan ilmu pengetahuan yang berkembang.
Implikasi IPTEK Terhadap Agama
Masa depan manusia tampaknya, akan ditentukan oleh bentuk-bentuk kerjasama yang dilakukan oleh para agamawan dan ilmuan, yang duduk bersama untuk memecahkan persoalan kemanusiaan. Para ilmuan dituntut bersikap rendah hati untuk bersedia menerima pesan-pesan keagamaan. Begitupun kaum agamawan harus membuka diri terhadap temuan dan tawaran ilmu pengetahuan. Masing-masing akan sampai pada suatu kesadaran bersama bahwa yang satu membutuhkan yang lain. Misalnya ilmu pengetahuan menawarkan penyelesaian yang bersifat kuantitatif-teknikal yang menyadarkan pada kakuatan teknologi yang bersifat empiris yang senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, sekalipun tawaran utama teknologi hanya menawarkan jasa teknis, namun secara social dampaknya amat besar.
Kehadiran teknologi modern mampu mengubah pola hidup beragama, teknologi telpon, misalnya mengubah tatakrama bersilaturrahmi, computer mengubah cara belajar, dan televisi mendominasi wacana dalam rumah tangga. Sehingga tanpa disadari telah mengubah sebuah keyakinan ideologi sebagai agama baru. Dengan bagitu kehidupan manusia akan sangat diuntungkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi namun sekaligus juga dibayangi oleh proses pendangkalan dan penghayatan makna hidup karena manusia menjadi begitu manja, pragmatis, kurang peka terhadap dimensi spiritual. Manusia lalu berubah sebuah angka atau skrup mengikuti logika teknologi. Permainan ilmu pengetahuan akan berimplikasi terhadap proses ktidaksadaran manusia sebagai makhluk eksistensi yang kerap menggunakan pola berpikir yang mencerahkan.
Oleh karena itu, dominasi barat atas Islam diakibatkan munculnya perang paradaban untuk mengembangkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan teknologi sehingga Islam dan barat saling mempertahankannya. Persoalan muncul, mengapa khazanah peradaban islam di Timur yang tumbuh di abad tengah dengan prestasinya yang demikian kaya yang tidak tertandingi oleh barat ketika memasuki abad modern menjadi tersisihkan oleh Eropa? Apa yang salah dari ajaran islam ataupun dari sikap umat Islam sehingga perkembangan iptek, ekonomi, dan manajemen politik di dunia Islam begitu suram wajahnya? Berbeda dari pengalaman di barat, mengapa dalam masyarakat Islam tidak ditemukan orang-orang yang terang-terangan mengatakan bahwa agama tidak berfungsi untuk membawa pencerahan masa depan kemanusiaan.
Dengan pertanyaan diatas bisa dikemukakan beberapa alasan. Pertama, karena agama Islam diyakini tidak membunuh akal kritis para pemeluknya dan manusia pada umumnya. Bahkan agama sejak awal telah tampil sesungguhnya mengundang akal untuk melakukan perenungan tentang manusia, alam dan Tuhan. Sehingga dalam ajaran dasarnya islam kebebasan yang sangat luas untuk mengembangkan rasionalitas dan kerja-kerja ilmiah mendapatkan. Kedua, di barat ada satu kondisi itu adalah sains yang begitu liberal dan kemudian dihadapkan dengan kondisi gereja dihadapkan pada kondisi gereja yang waktu sangat dogmatik. Dual hal ini diatas pada awalnya tidak terjadi, akan tetapi di penghujung abad tengah kekuasaan pemikir Islam mulai penghambat iklim kebebasan berpikir, disamping karena dunai Islam dibuat pertikaian politik sehingga muncullah disintegrasi ketika pula pada saat yang sama eropa bangkit.
Inilah dampak ilmu pengetahuan tekhnologi yang sangat berimplikasi terhadap gaya hidup manusia khususnya orang Islam. Bahkan ilmu pnegetahuan dan teknologi mampu menjadikan dominasi kekuatan ideologi dan Negara terhadap bangsa yang lain sehingga mengalami insuburdinasi terhadap kesadaran manusia sebagai eksistensi hidup secara alamiah. Sehingga iklim kesadaran manusia dan ilmu pengetahuan teknologi semakin tarik-menarik untuk menjadi peranan ideologi masyarakat di Eropa.
Kesimpulan
Al-Quran sebagai wahyu untuk ditafsirkan menurut ruang dan waktu demi kemaslahatan Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya, sehingga manusia dengan akalnya bisa melahirkan ilmu pengetahuan. Kesadaran kehendak dirinya mampu membawa pada pencerahan masa depan manusia secara komprenhensif terhadap problem hidup yang akan melahirkan disintegrasi dualitas antara ilmu pengetahuan sebagai sarana didalam mengembangkan sains sesuai dengan nilai-nilai pesan Tuhan yang termaktub didalam firmannya, karena itu, banyak ayat-ayat Tuhan yang membahas tentang ilmu pengetahuan secara universal terutama mengenai keteraturan alam dan keseimbangan alam, relasi manusia dengan ilmu pengetahuan yang telah terkandung didalam al-Quran untuk upaya merenungi kembali terhadap perkembangan alam semesta secara alamiah. Jika ilmu pengetahuan tidak diberikan sebagai terikat nilai, maka melahirkan keseimbangan untuk tetap menjaga kode etik yang menghantarkan manusia hidup secara stabil.
Manusia dengan ilmu pengetahuan merupakan paket tidak bisa dipisahkan dan harus saling melengkapi antara satu sama lainnya. Manusia dengan ilmunya, sedangkan pengetahuan sebagai sarana dalam menangkap ilmu pengetahuan secara obyektif sehingga manusia mampu melahirkan jenis ilmu pengetahuan yang disebut dengan ilmu sains modern. Akan tetapi pada perkembangan ilmu sains modern tidak lagi sebagai obyek pengetahuan yang seimbang untuk meletakkan sebagai bagian buatan akal manusia melainkan ilmu-ilmu pengetahuan sains berubah makna yang lebih sempit sehingga sains menjadi ideologi Negara-negara industri, akhirnya akan berimplikasi terhadap kebebasan berpikir manusia untuk dirinya sebagai subyek. Sementara ilmu pengetahuan sains memposisikan dirinya sebagai ideologi yang akan mendominasi terhadap kepentingan kekuasaan Negara industri, maka ilmu sains adalah sebagai subyek bukan obyek. Maka inilah yang harus dikritisi oleh pemikir postmodermisme untuk melakukan telaah ulang terhadap ilmu pengetahuan sebagai landasan ideologi dan kekuasaan yang akan merusak masa depan manusia, teknologi hanya sebagai alat-alat teknikal yang berfungsi untuk melengkapi sarana hidup manusia.
Bahan Bacaan
Charris Zubair, Achmad, Dimensi Etik Dan Asketik Ilmu pengetahuan Manusia. Yogyakarta: Lesfi, 2002.
Departemen Agama RI, al-Quran Dan Terjemahannya. Jakarta: J-ART, 2007.
Hidayat, Komaruddin. Wahyu di Langit Wahyu di Bumi, Doktrin Dan Peradaban Di Panggung Sejarah. Jakarta: Paramadina, 2003.
Kartanegara, Mulyadhi, Nalar Religius, Memahami Hakikat Tuhan, Alam, Dan Manusia. Jakarta: Erlangga, 2007.
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Qomar, Mujamil, Epitemologi Pendidikan Islam Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik, Jakarta: Erlangga, 2005.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar