Jumat, 15 Februari 2013

HAKIKAT PENDIDIK DALAM ISLAM

HAKIKAT PENDIDIK DALAM ISLAM Oleh: Tauhedi Asad A. Pendahuluan. Guru atau juga sekarang sering dikenal dengan istilah pendidik memiliki peran besar dalam dunia pendidikan. Menjadi pendidik yang prefesional merupakan aktivitas yang sangat mulia. Seorang pendidik tidak sekedar mencerdaskan pesertanya dalam bidang kognitif dan afektif belaka namun juga psikomotorik. Artinya seorang anak didik tidak sekedar dicekoki dengan beragamnya intelektual dan nilai-nilai yang ada namun juga mengupayakan agar anak didik bisa mempraktikkannya sebagai amal shalihnya. Maka tak heran jika seorang guru seringkali disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.Hanya saja yang perlu diperhatikan, pendidik yang baik, sebagaimana yang tercermin di atas belumlah bisa direalisasikan oleh setiap guru. Banyak dari pendidik kita yang sangat jauh dari yang meskinya menjadi tujuan pendidikan. Dari ketiga kecerdasan yang meskinya diberikan pendidik kepada anak didiknya, tidak jarang yang tidak bisa memberikannya meski hanya salah satunya. Bahkan ada juga pendidik yang malah mematikan kecerdasan anak didiknya. Maka dari sini untuk menjadi seorang pendidik yang prefesional setidaknya memiliki beberapa kompetensi. hidup semasanya akan memperoleh pancaran nur keilmiahannya dan andaikata dunia tidak ada pendidik niscaya manusia seperti binatang, sebab pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan kepada sifat insaniyah2 Pendidik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pendidikan. Penting karena peribadi pendidik juga menentukan keberhasilan mutu pendidikan. Tujuan yang hendak dicapai dari pendidikan adalah beribadah dan ketakwaan diri kepada sang pencipta sebagaimana yang terkandung dalam al-Qur'an surah al-Dzariyat ayat 56 bahwa manusia diciptakan ke dunia tidak lain hanya untuk beribadah. Sejalan dengan ini, tugas seorang pendidik tidaklah mudah karena disamping menjadi seorang guru, pendidik juga bertugas membina manusia secara pribadi dan kelompok yang mempunyai unsur-unsur material dan immaterial, sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah sekaligus sebagai khalifah dimuka bumi. Sejalan dengan perkembangan zaman, dekadensi moral dan akhlak peserta didik justru semakin menurun. Tuduhan atas kondisi tersebut sering diarahkan kepada seorang pendidik dan mengadilinya dengan berbagai klaim dari yang tidak bermutu, tidak professional sampai pada tidak becus dalam mendidik anak. Kondisi penilaian yang demikian sebenarnya mencerminkan ke kurang dewasaan dan tidak berkeadilan. Pada dasarnya tugas pertama dan utama dalam mendidik anak adalah tanggung jawab orang tua karena anak sebagai generasi penerus, kebanggaan dan investasi bagi orang tua setelah mereka meninggal. Karena keterbatasan dari orang tua maka pendidikan anaknya diserahkan kepada lembaga pendidikan seperti madrasah/sekolah. Penyelesaian terbaik adalah perlu dicari sebabnya dan secepat mungkin dicari solusinya. Sebagai solusinya, pribadi seorang pendidik tidak dapat dikesampingkan karena pendidik disamping sebagai pengajar juga sebagai uswah hasanah bagi peserta didiknya. Kemudian, persoalan yang muncul adalah pendidik yang bagaimanakah yang dapat dikatakan sebagai pewaris Nabi (uswah hasanah). Berangkat dari itu, makalah sederhana ini akan membahas tentang pengertian pendidik, kepribadian pendidik serta seorang pendidik yang dapat mengemban tugas sebagai khalifah sekaligus penyambung estafet kerasulan dimuka bumi. B. Mengenal Seorang Pendidik. Kata pendidik (guru/ dosen/ seprofesinya) berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Dalam bahasa inggris disebut Teacher; dan dalam bahasa Arab –antara lain- disebut Mu’allim, artinya orang yang banyak mengetahui dan biasanya digunakan para ahli pendidikan sebagai sebutan untuk guru. Didalam dunia pendidikan unsur yang melakukan tugas mendidik dikenal dengan dua sebutan yaitu pendidik dan guru. Pendidik adalah orang yang berperan mendidik, membimbing dan melakukan tugas pendidikan (tarbiyah). Sedangkan guru adalah orang yang melakukan tugas mengajar (ta'lim), dan guru sering dimaknai pula sebagai pendidik meskipun dalam beberapa kasus seorang guru sering kali belum mampu bersikap sebagai pendidik sekaligus. Pendidik dalam proses belajar mengajar secara otomatis terlibat dalam proses pengajaran, demikian juga pengajar/guru pada saat melakukan proses pembelajaran ia juga harus menjaga moral dan keteladanan bagi muridnya. Pendidikan mempunyai kedalaman etik dan ruhani dibanding pengajaran atau pembelajaran. Namun, dua istilah dalam dunia pendidikan (pendidik dan guru) secara substansi tidak ada perbedaan karena pendidikan dan pengajaran tidak dapat dipisahkan secara dikotomis. Definisi diatas juga sejalan dengan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik berarti tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator dan lain-lain, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Disamping itu, ada beberapa pengertian tentang pendidik yang telah dirumuskan oleh beberapa ahli antara lain : a. Ahmad D. Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul pertanggung jawaban untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kwajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik. b. Sutari iman bernadib mengemukakan bahwa pendidik adalah tiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan. Dari pengertian diatas nampak jelas bahwa dasar untuk menentukan pengertian pendidik adalah tanggung jawab dan kedewasaan. Dalam pendidikan Islam digunakan tanggung jawab sebagai dasar untuk menentukan pengertian pendidik, sebab pendidikan merupakan kewajiban agama dan kewajiban agama hanya dipikulkan kepada orang yang dewasa. Hal ini sejalan dengan kriteria seorang pendidik menurut imam Zarnuji yaitu alim, wara' dan lebih tua (kedewasaan), sebab pendidik merupakan simbol personifikasi bagi subyek didiknya. Kewajiban itu pertama-tama bersifat personal, dalam arti setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan dirinya sendiri kemudian bersifat social. Pendidik dalam keseluruhan proses pendidikan salah satu unsur yang sangat penting. Melalui pendidiklah aktifitas pedagogis dapat diarahkan kepada tujuan yang ingin dicapai. Pendidik dalam perspektif islam mempunyai peranan yang sangat fital dalam proses pendidikan, sebab dialah yang menentukan arah pendidikan dan bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotoriknya. Dalam peranannya yang sangat fital tersebut, maka seorang pendidik dituntut mempunyai kepribadian yang baik. Sebab, kepribadian itu sedikit banyak akan dilihat dan dicontoh oleh si terdidik. Selain dari pada itu, islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang mengemban tugas sebagai pendidik. Penghargaan islam terhadap pendidik terdapat dibeberapa ayat Al-Qur'an, hadits Nabi SAW. C. Kepribadian Pendidik. Pendidik atau guru senantiasa mendapat perhatian, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Mereka memandang bahwa guru merupakan media yang sangat penting. Pembahasan para pakar psikologi pendidikan tentang kepribadian terutama menyangkut perbedaan individual yang berkaitan dengan karakteristik yang membedakan satu individu dengan individu lain. Salah satu definisi kepribadian adalah: pola prilaku dan cara berfikir yang khas yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Dari devinisi tersebut tersirat adanya konsistensi prilaku bahwa orang cenderung untuk berfikir dan bertindak dengan cara tertentu dalam berbagai situasi. Penampilan seorang guru atau pendidik dalam berbagai situasi dan kondisi pendidikan pada dasarnya merupakan cerminan kualitas kepribadiannya. Kepribadian merupakan keseluruhan prilaku dalam berbagai aspek yang secara kualitatif akan membentuk keunikan atau kekhasan seseorang dalam interaksi dengan lingkungan di berbagai situasi dan kondisi. Dengan demikian sifat utama seorang guru adalah kemampuannya dalam interaksi pendidikan yang sebaik-baiknya agar kebutuhan dan tujuan dapat dicapai secara efektif. Dengan kata lain, seorang guru hendaknya memiliki kompetensi kinerja yang mantap yaitu seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam dirinya agar dapat tercermin dalam penampilanya yang bersumber pada kemampuan penguasaan subyek, kualitas, profesional, penguasaan proses dan kemampuan penyesuaian diri, serta berlandaskan kualitas kepribadiannya. Dalam konstek pendidikan seorang pendidik memainkan peranan yang sangat sentral. Dialah secara langsung mengelola aktivitas pendidikan dilapangan, dia bukan hanya pengajar tapi juga sebagai penanam nilai-nilai terhadap anak didik . Tugas sebagai pendidik merupakan tugas yang mulia dan luhur, selain itu juga tugas yang berat. Pendidik merupakan model manusia etik betapun ia harus bisa ditiru, di contoh dan diteladani. Jika terlanjur dan terpaksa malakukan kesalahan ia harus tetap bisa ditiru ia berani introspeksi diri, minta maaf, kemudian memperbaiki kesalahan dan kelemahan dirinya. Para ahli pendidikan telah banyak merumuskan sifat-sifat atau kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang ahli pendidik antara lain Muhammad Athiyah al-Abrhosyi merumuskan sifat atau kepribadian pendidik sebagai berikut : a. Zuhud, artinya pendidik tidak mengutamakan materi dan melakukannya karena Allah SWT semata. Seorang pendidik dalam pendidikan islam hendaknya tidak materialistis, tidak rakus terhadap dunia dan tidak mengukur segala sesuatu dengan materi, meskipun demikian tidak berarti tidak mau dan menerima kekayaan atau hasil kerja dari hasil pekerjaannya. b. Membersihkan diri baik fisik maupun psikisnya. c. Ikhlas dalam pekerjaannya. Seorang pendidik dituntut memiliki keikhlasan sebab keikhlasan merupakan salah satu sebab menuju jalan kesuksesan. Termasuk ikhlas adalah kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Melakukan apa-apa yang ditentukan dan tidak malu mengatakan tidak tahu bila ada yang tidak diketahui. d. Bersifat pemaaf, sabar dan mampu mengendalikan dirinya. e. Seorang pendidik harus mencintai anak didiknya seperti ia mencintai anaknya sendiri dan memikirkan keadaan mereka sebagai mana ia memikirkan anak kandungnya sendiri. f. Harus mengetahui tabiat peserta didiknya dengan cara observasi, wawancara, melalui pergaulan dll. g. Harus mengetahui materi pelajaran. Sebenarnya apa yang telah dirumuskan para ahli tentang sifat-sifat yang harus dimiliki oleh setiap pendidik muslim memiliki dua keadaan dalam proses pendidikan. Pertama adalah pendidik dalam keadaan tidak berhadapan dengan peserta didik, maksudnya pendidik harus mendidik dirinya sendiri. Pada tahap ini setiap pendidik muslim dibebani hukum wajib mendidik dirinya sendiri seperti harus mengusahakan dan menanamkan sifat-sifat seperti zuhud, rubbani, sabar, alim (ber'ilmu), adil, jujur, disiplin, ikhlas dan lain sebagainya. Sifat dasar yang harus dimiliki dalam rangka mendidik dirinya sendiri. Kedua adalah pendidik dalam keadaan berhadapan secara langsung dengan peserta didiknya. Pada tahap ini sifat-sifat yang harus dimiliki sebagai syarat bagi setiap pendidik kaitannya dengan pengembangan dan pembinaan kompetensi kepribadian adalah antara lain : kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa; disiplin, arif dan berwibawa; menjadi tauladan bagi peserta didiknya dan berakhlak mulia. Dalam al-Qur’an sebutan untuk pendidik lebih banyak lagi, seprti : al-’Alim/Ulama, Ulu al-’Ilm, Ulu al-Bab, Ulu al-Absyar, al-Mudzakir, al-Muzakki, dan al-Murabbi yang kesemuanya tersebar pada ayat-ayat al-Qur’an. D. Pendidik Yang Ideal Dalam Pendidikan Islam. Didalam islam, sebenarnya profil pendidik yang ideal telah ada dalam diri Nabi. Allah memerintahkan kepada ummat-Nya agar sebagian dari mereka ada yang berkenan memperdalam ilmu dan menjadi pendidik. Pendidik membawa amanah ilahiyah untuk mencerdaskan ummat manusia dan mengarahkannya untuk senantiasa taat beribadah kepada Allah dan berakhlak mulia. Berkenaan dengan pendidik, hampir semua kalangan akademisi sepakat bahwa pendidik/guru termasuk jabatan profesi. Oleh sebab itu, untuk menjadi pendidik yang ideal harus memenuhi persyaratan yang berat diantaranya; (1) Harus memiliki bakat sebagai guru. (2) Harus memiliki keahlian sebagai guru. (3) Memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi. Artinya, seorang pendidik harus berbudi pekerti yang luhur karena kepribadian seorang guru sedikit banyak akan dicontoh oleh anak didik. (4) Sehat jasmani dan rohani agar tidak menimbulkan ejekan dan cemoohan atau bahkan rasa kasihan dari anak didik. Disamping itu, seorang guru tidak boleh memiliki mental terganggu, pemarah, pemalu, penakut. Karena sifat-sifat tersebut akan mengganggu tugasnya sebagai pendidik tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. (5) Memiliki pengalaman dan pengetahuaan yang luas. Penguasaan pengetahuan ini merupakan syarat yang penting disamping ketrampilan-ketrampilan lainnya. (6) Seorang warga Negara yang baik dan berjiwa pancasila. Agar pendidik mampu mengemban tanggung jawab melaksanakan tugasnya maka seorang pendidik harus mempunyai kompetensi yang relevan dengan tanggung jawabnya. Dia harus mampu menguasai cara belajar yang efektif. Atas dasar profesi tersebut maka seorang guru dituntut memiliki kompetensi-kompetensi agar mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Dalam pada itu, menurut Oemar Hamalik bahwa indikator pendidik/guru dinilai kompeten secara profesional jika guru tersebut mampu mengembangkan tanggung jawab dengan baik, mampu melaksanakan peranannya dalam proses belajar mengajar, mampu bekerja mencapai tujuan pendidikan. Tanggung jawab ini berkenaan dengan tanggung jawab dibidang keilmuan. Artinya, mau mengembangkan ilmu yang menjadi spesialisnya serta mau mengadakan penelitian dan peningkatan. Tidak jarang ketidak berhasilan proses belajar mengajar dibebankan kepada seorang pendidik. Ini tidak berlebihan karena seorang pendidik dituntut untuk mengetahui dan memahami bagaimana mengajar dengan baik serta memiliki kompetensi. Peranan seorang pendidik sangatlah besar dan berat. Keberhasilan guru melaksanakan peranannya dalam pendidikan sebagian besar terletak pada kemampuannya melaksanakan berbagai peranannya. Disamping sebagai pendidik dan pengajar, guru juga berperan sebagai pemimpin, pembimbing, pengatur lingkungan, konselor dan lain-lain. Penutup Al-hasil, dari uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa guru adalah sosok yang sangat penting dalam dunia pendidikan da n oleh karena itu dalam menjalankan tugasnya dituntut memiliki kompetensi dan kepribadian yang baik. Baik buruknya anak didik sebenarnya menjadi tanggung jawab keluarga. Oleh karenanya, Pendidikan keluarga adalah pendidikan pertama yang dialami oleh anak, maka peran serta dan pengaruh orang tua sangatlah dominan dan tidak dapat dikesampingkan. orang tua dirumah sebenarnya perlu sekali mempelajari teori-teori pendidikan. Dengan kemampuannya itu ia akan lebih berkemampuan menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya dirumah. kelainan pada anak didik disebabkan oleh kesalahan pendidikan dalam rumah tangga. Karena keterbatasan orang tua dalam mendidik anak sehingga tugas pendidikan diserahkan kepada pendidik. Biasanya, disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain: (1) Keterbatasan waktu yang tersedia sehingga tidak bisa intensif, (2) keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki (3) efisiensi biaya (4) efektifitas program kependidikan. Pendidik merupakan orang tua kedua setelah orang tua asli. Sebagai orang tua, Pendidik seharusnya melakukan anak didiknya seperti anaknya sendiri sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan sepenuhnya. Daftar Pustaka Ahamad Janan Asifuddin, Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Suka Pers,2009). Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Al-Ma'arif, 1980. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2004). Az-Zarnuji, Ta'limul Muta'allim: Thariq at-Ta'allum, (Surabaya: Maktabah Salim Umar, t.t.) Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya. (Bandung: Al-Jumanatul 'Ali -ART, 2007). Departemen Agama, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, (Jakarta: Depag, 2005). Hary Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999). Kemas Badamddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2006). Kamus Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional. (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008). Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LKiS, 2009). Muhammad Athiyah al-Abrhosyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan, terj. Bustomi. A. Ghani dan Djohar Bahri, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970). Oemar Hamalik, Pendidikan Guru, Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006). Rita L. Athinson, et.al. Pengantar Psikologi, Edisi Kedelapan Jilid 2. terj. Nurjannah Nur Taufiq, (Jakarat: Erlangga, 1996). Sutari Iman Bernadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistimatis, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1993). UU RI Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sisitem Pendidikan Nasional.

1 komentar: