Sabtu, 16 Februari 2013

NALAR PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI MADRASAH

NALAR PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI MADRASAH Oleh Tauhedi As’ad. Pendahuluan Umat Islam sebagai individu maupun kelompok memandang, bahwa pendidikan dan pengajaran merupakan alat yang terbaik guna membina pribadi maupun kelompok untuk mencapai kebutuhan, mengangkat derajat, dan kecakapannya. Dengan kata lain, pendidikan merupakan suatu proses untuk mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan secara efektif dan efisien. Melalui pendidikan pula, kebangkitan, kemajuan, kekuatan-kekuatan masyarakat dan ummat dari segi materiil dan spirituil dapat terlaksana. Kemajuan dalam berbagai sektor kehidupan tidak terlepas dari sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan demikian, lembaga pendidikan dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang dikembangkannya. Terlepas setuju atau tidak, tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan kualitas manusia. Yakni, manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian baik, disiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil. Lembaga pendidikan, apapun visi dan misinya, harus mampu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, tak terkecuali lembaga pendidikan dengan ciri khas Islam, yakni Madrasah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan proses penerimaan masyarakat terhadap lulusan pendidikan makin ketat. Ditambah lagi, ilmu pengetahuan yang berlandaskan iman dan taqwa secara otomatis menambah sikap masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan semakin selektif. Dengan demikian, tidak salah jika madrasah harus berbenah diri -kalau mau menjadi sebuah pilihan- karena madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bercirikan Islam. Keberadaan madrasah dengan berbagai macam tuntutan tidak serta merta berjalan mulus, namun banyak menghadapi kendala. Disatu sisi, madrasah merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai jumlah siswa yang signifikan dari total populasi siswa ditingkat dasar dan menengah. Dan disisi lain, jumlah yang besar tersebut, madrasah, menghadapi kesulitan dan terisolasi dari arus modernisasi. Pendidikan madrasah terdorong menjadi milik masyarakat penggiran (pedesaan). Pendidikan madrasah selama ini seakan-akan tersisih dari mainstream pendidikan nasional. Akibatnya, madrasah sebagai pendatang baru dalam sistem pendidikan nasional cenderung menghadapi berbagai kendala, baik dalam hal mutu pendidikan, manajemen, dan kurikulum. Namun demikian, madrasah masih banyak menyimpan potensi dan nilai positif yang dapat dikembangkan jika dilakukan pembaharuan disemua lini. Hakikat Pendidikan Islam Pendidikan dalam konteks Islam lebih dikenal dengan istilah “at-tarbiyah, at-ta’lim, at-ta’dib, dan ar-riyadloh. Setiap istilah mempunyai makna yang berbeda-beda sesuai dengan teks dan konteksnya, walau kadang mempunyai makna yang sama dalam hal-hal tertentu. Dari keempat term tersebut, para ahli pendidikan berbeda-beda dalam memaknai term tersebut namun pada hakikatnya adalah sama. Yakni, proses penyampaian sesuatu sampai batas kesempurnaan, transformasi ilmu dan pemahaman, pemeliharaan anak didik, penanaman etika, bimbingan jiwa. Sedangkan term al-riyadloh hanya khusus dipakai oleh imam al-ghazali dengan istilah Riyadlatussibyan. Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, sebagaimana yang dikutip oleh Muhaimin, beliau mendefinisikan at-tarbiyah sebagai upaya mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna, kebahagiaan hidup, cinta tanah air, kekuatan raga, kesempurnaan etika, sistematik dalam berfikir, tajam perasaan, giat dalam berkreasi, toleransi pada yang lain, berkompetensi dalam mengungkapkan bahasa tulis dan bahasa lisan, dan terampil berkreatifitas. Dari term at-tarbiyah, at-ta’lim, at-ta’dib, al-riyadlah, para ahli pendidikan memformulasikan hakikat pendidikan Islam sebagai berikut; Dr. Muhammad SA Ibrahimy, sebagaimana yang dikutip oleh Muhaimin, ia menyatakan bahwa; pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan menurut pandangan Prof. Dr. Omar Mohammad Al-Toumi Al-Syaibany, beliau mendefinisikan pendidikan Islam dengan: Perubahan yang diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan pada kehidupan pribadinya, atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar tentang individu itu hidup, atau pada proses pendidikan sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai proporsi di antara professi-professi asasi dalam masyarakat. Definisi yang diberikan oleh Al-Syaibany bukan hanya sekedar terjadi pada manusia secara pribadi, namun lebih luas cakupannya, yakni perubahan yang diinginkan baik tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, atau alam sekitarnya dengan proses pendidikan dan pengajaran. Dari pengertian-pengertian mengenai pendidikan Islam diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan pendidikan Islam tidak sekedar menyangkut persoalan ciri khas, tetapi lebih mendasar lagi yaitu tujuan yang diidamkan dan diyakini sebagai yang paling ideal. Oleh karena itu, pendidik dalam membimbing anak didiknya harus melihat kembali pada hakikat dan tujuan pendidikan Islam sesuai dengan jenjang pendidikannya, yaitu tidak sekedar melaksanakan tanggung jawab sebagai guru dengan menyampaikan materi pelajaran. Hal ini diharapkan agar keberadaan madrasah tidak sekedar menambah lembaga pendidikan di Indonesia, dan juga tidak menjadi persoalan baru bagi pemerintah terkait lulusannya, mengingat jumlah madrasah saat ini sangat signifikan. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan –madrasah- dalam menyiapkan anak didik untuk menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks, dapat menghasilkan lulusan yang akan menjadi pemimpin ummat, pemimpin masyarakat, dan pemimpin bangsa yang ikut menentukan arah perkembangan bangsa ini. Sebaliknya, kegagalan sebuah lembaga pendidikan –madrasah- dalam menyiapkan anak didik untuk menghadapi tantangan masa depan akan menghasilkan lulusan-lulusan yang frustrasi, tersisih, dan menjadi beban masyarakat. Pendidikan Islam di Madrasah Menurut Muhaimin, kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam dilatar belakangi oleh empat hal. Pertama, realisasi dari pembaharuan pendidikan Islam. Kedua, penyempurnaan sistem pendidikan pesantren agar memperoleh kesempatan yang sama dengan pendidikan sekolah umum. Ketiga, keinginan sebagian kalangan santri terhadap model pendidikan Barat. Keempat, upaya menjembatani antara sistem pendidikan tradisional pesantren dan sistem pendidikan Barat. Perubahan bidang pendidikan dikalangan umat islam dari model tradisional ke arah modern, terus mengalami kemajuan yang positif. Akan tetapi, melemahnya penguasaan ilmu keislaman mengalami penurunan. Pentingnya madrasah sebagai lembaga pendidikan dasar dan menengah bagi masa depan ummat Islam di Indonesia, kiranya tidak perlu diperdebatkan lagi. Madrasah, yang sampai saat ini jumlahnya mencapai ribuan di seluruh Indonesia, masih tetap menjadi tumpuan harapan sebagian besar ummat Islam yang menginginkan anak-anak mereka ‘bahagia di dunia dan bahagia di akhirat’. Artinya, menguasai ilmu dunia dan ilmu akhirat sekaligus, sesuatu yang, menurut mereka, tidak atau belum dapat diberikan oleh sekolah. Namun, realitas pendidikan di madrasah saat ini bisa dibilang telah mengalami masa intellectual deadlock. Diantara indikasinya adalah; pertama, minimnya upaya pembaharuan, dan kalau toh ada kalah cepat dengan perubahan sosial, politik dan kemajuan iptek. Kedua, praktek pendidikan Islam sejauh ini masih memelihara warisan yang lama dan tidak banyak melakukan pemikiran kreatif, inovatif dan kritis terhadap isu-isu aktual. Ketiga, model pembelajaran pendidikan Islam terlalu menekankan pada pendekatan intelektualisme-verbalistik dan menegaskan pentingnya interaksi edukatif dan komunikasi humanistik antara guru-murid. Keempat, orientasi pendidikan Islam menitikberatkan pada pembentukan abd atau hamba Allah dan tidak seimbang dengan pencapaian karakter manusia muslim sebagai khalifah fi al-ardl. Oleh karena itu, perubahan dan pembenahan mutlak harus dilakukan. Baik berkaitan dengan model pendidikannya, pendekannya, serta orientasi pembelajarannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam tidak dapat dilaksanakan secara "asal" tanpa adanya perencanaan yang mengacu pada hakikat pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental. Persepsi masyarakat terhadap madrasah di era modern belakangan ini, semakin menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang unik. Di saat ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, dan di saat perdagangan bebas dunia makin mendekati pintu gerbangnya, madrasah tampak mengalami kebingungan. Mempunyai potensi dan kemampuan dalam menyikapi perubahan zaman, namun belum mampu menggunakan potensi tersebut. Dengan potensi yang ada, madrasah menjadi lembaga pendidikan yang diharapkan mampu membekali diri peserta didik dalam menghadapi perubahan zaman. Untuk mewujudkan harapan semua pihak, mau tidak mau, madrasah harus melakukan perubahan disemua lini, baik mengenai sistem, peningkatan mutu pendidikan yang mencakup kurikulum, materi, metode, sarana pendidikan, dan evaluasi. Peningkatan kualitas SDM yang mencakup kepala, komite, pendidik, dan pihak-pihak yang terkait dengan madrasah. a. Kurikulum Kurikulum adalah rencana program pengajaran atau pendidikan yang akan diberikan kepada anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum tidaklah merupakan hal yang pasti (statis), artinya keberadaan kurikulum harus berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan sesuai dengan lingkungan, agar nantinya menghasilkan lulusan yang cerdas dan bermoral. Kurikulum madrasah harus disesuaikan dengan perkembangan zaman, dan kemajuan teknologi karena masyarakat pada umumnya selalu berubah sesuai dengan perubahan zaman. Kurikulum madrasah yang pelaksanaannya serba setengah-setengah dan kebijakan di bidang kurikulum kurang dibarengi dengan kebijakan di bidang perangkat-perangkat pendukungnya, mengakibatkan kesenjangan antara idealitas kurikulum dengan kemampuan perangkat operasionalnya. Untuk itu, diperlukan sebuah kurikulum yang mampu menciptakan aspek lingkungan hidup, pegangan hidup, kebutuhan hidup, dan dinamika kehidupan. Kurikulum yang dimaksud, menurut Ainurrafiq Dawam dengan kurikulum terintegrasi. Untuk merealisasikan aspek tersebut, diperlukan pergeseran paradigma dan karakteristik keilmuan dalam penerapan kurikulum pendidikan madrasah. Kurikulum harus fokus dengan disain yang terencana, agar out put pendidikan sesuai dengan visi misi pendidikan madrasah. b. Guru Beban seorang guru sangat berat bila dipandang dari tugas dan tanggung jawabnya. Karena misi guru adalah mempersiapkan dan menfasilitasi peserta didik untuk menjadi individu yang bertanggung jawab dan mandiri, bukan menjadikan mereka manja dan beban masyarakat. Seorang guru dalam menyampaikan materi harus berpedoman kepada filsafat pendidikan Islam. Misalnya, bagaimana gambaran filosofis konsep nilai yang selama ini disebut dengan anak yang sholeh, insan kamil. Seorang guru setidaknya memahami Islam dalam perspektif kebudayaan, sejarah, dan perkembangan sains. Menurut Medley, sebagaimana yang dikutip oleh Muhaimin, keberhasilan guru dalam menjalankan tugas kependidikannya terdapat beberapa asumsi yang pada akhirnya dapat dijadikan sebagai titik tolak keberhasilannya. Pertama, tergantung pada kepribadiannya. Kedua, tergantung pada penguasaan metode. Ketiga, tergantung pada frekuensi dan intensitas interaktif dengan siswa. Keempat, tergantung pada penampilan. Dengan demikian, peningkatan mutu guru di masa depan diperlukan pengamatan secara cermat terhadap fenomena sosial dan kultural. Saat ini, banyak orang cerdas, terampil, pintar, profesional, tetapi tidak dibarengi dengan aqidah dan kedalaman spiritual serta keunggulan akhlak. Padahal, seorang guru adalah pihak yang sering berinteraksi dengan anak didik. c. Materi Materi pelajaran di setiap jenjang pendidikan madrasah -MI, MTs, MA- hendaknya berkelanjutan. Ini diharapkan agar nantinya materi pelajaran tidak hanya mengulang-ulang, atau bahkan bersifat tambal sulam. Disamping itu, penanaman akhlak dan budi pekerti harus ditekankan. Menurut A. Malik Fajar, MI sebagai pendidikan tingkat dasar mempunyai peran penting dalam proses pembentukan kepribadian peserta didik, baik bersifat internal, eksternal, dan suprainternal. Oleh karena itu, lembaga pendidikan dasar (MI) sangat membutuhkan perhatian lebih, baik sistem, materi, manajemen, maupun mutu, agar nantinya kesalahan yang dilimpahkan kepada madrasaah ibtidaiyah tidak terulang lagi. Menurut Dr. Husni Rahim, ia menyatakan bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan yang bercirikan Islam tidak hanya ciri formal dalam kurikulum saja. Namun, setidaknya ada tiga program utama yang perlu ditetapkan. Pertama, program Mafikibb dengan nuansa Islam. Kedua, program pelajaran agama dengan nuansa iptek, dan ketiga, penciptaan suasana keagamaan di madrasah. Program mafikibb dengan nuansa Islam dimaksudkan untuk menopang reintegrasi antara ilmu-ilmu umum dengan ilmu agama, agar tidak ada lagi dikotomi ilmu. Namun, mata pelajaran yang tidak relevan dalam jumlah yang banyak perlu dicermati oleh semua kalangan yang berwenang. Sedangkan program pelajaran agama dengan iptek merupakan kelanjutan dari mafikibb dengan nuansa Islam. Sedangkan penciptaan kondisi religius di madrasah guna membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia, tidak hanya mengandalkan mata pelajaran agama. Tetapi, pembinaan secara terus menerus dan berkelanjutan diluar jam pelajaran harus terus dikembangkan, baik didalam kelas maupun diluar kelas. Masalah keimanan harus menjadi inti dalam pengembangan kurikulum, lulusan madrasah harus memiliki keimanan yang kuat agar krisis multidimensional dapat teratasi. Karena tindakan-tindakan dekadensi moral antara lain disebabkan oleh rendahnya kualitas keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapainya, diperlukan kerja sama yang harmonis dan interaktif diantara warga sekolah dan tenaga kependidikan. d. Metode Pendidik dalam proses pendidikan Islam (madrasah), tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah materi yang akan diberikan kepada peserta didik. Tetapi ia harus menguasai berbagai metode dan teknik pendidikan. Metode disini tidak hanya diartikan sebagai cara mengajar dalam proses belajar mengajar bagi seorang guru, akan tetapi dipandang sebagai upaya perbaikan komprehensif dari semua elemen pendidikan sehingga menjadi sebuah iklim yang mendukung tercapainya pendidikan. Metode pengajaran di madrasah cenderung lebih banyak digarap dari sisi didaktik metodiknya sehingga tenggelam dalam persoalan teknis-mekanis, sementara persoalan yang lebih mendasar yang berhubungan dengan aspek “pedagogisnya” kurang banyak disentuh. Dan konsep manajemen madrasah dijalankan secara tradisional kurang mengarah kearah professional, penerapan prinsip-prinsip manajemen modern tampaknya masih merupakan barang mewah, kecuali beberapa madrasah yang mendapatkan gelar “Madrasah Unggulan”. Oleh karena itu, komponen dasar pendidikan, yakni guru, filsafat dan metodologi pendidikan, dan perangkat keras, harus serempak diperbaharui dan dikembangkan. Sistem pendidikan guru –didaktis metodis- pun harus dibenahi. Menurut Muhaimin, tujuan diadakan metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar lebih berdaya guna. Dalam penggunaan metode, yang perlu dipahami adalah bagaimana seorang pendidik dapat memahami hakikat metode dan relevansinya dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu terbentuknya pribadi yang beriman. Yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik sebelum menyampaikan materi pelajaran adalah memahami tujuan pendidikan Islam, penguasaan materi pelajaran, memahami teori-teori pendidikan selain teori pengajaran. e. Evaluasi Evaluasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan didalam pendidikan. Program evaluasi dilakukan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik/ lembaga untuk menemukan kelemahan-kelemahan yang dilakukan, baik berkaitan dengan materi, metode, fasilitas, manajemen, dan lain sebagainya yang ada kaitannya dengan proses pendidikan. Pembaharuan Pendidikan Islam Di Madrasah Saat ini, pendidikan di madrasah sudah mengalami perubahan besar-besaran. Tetapi, karena perubahan masyarakat lebih cepat, maka dunia pendidikan bagaikan jalan ditempat. Perbaikan kurikulum, peningkatan mutu guru dan pembinaannya, sebenarnya bisa dibilang dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Akan tetapi, usaha yang baik itu kurang dibarengi dengan kesungguhan untuk memperbaiki perangkat pendukungnya seperti guru, sarana prasarana, serta kebijakan administratif. Komponen-komponen yang diperlukan tidak dapat berjalan bersamaan, sehingga terjadi kepincangan dan kegagalan dalam pembaharuan. Madrasah tidak punya pilihan lain kecuali meningkatkan kualitas pendidikannya. Madrasah dituntut membenahi diri dengan memperbaharui programnya dengan program yang lebih cerdas berdasarkan kebutuhan kekinian, baik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlandaskan iman dan taqwa, menciptakan lapangan kerja. Madrasah harus mampu bersaing dengan lembaga lain, karena madrasah mempunyai banyak kelebihan. Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang lahir dari, dan untuk masyarakat. Pembaharuan ini harus dilakukan kalau tidak mau ditinggalkan oleh masyarakat, pihak yang merupakan penopang dan penjaga utama madrasah. Tuntutan tersebut merupakan reaktualisasi dari potensi yang dimiliki madrasah yang kaya akan pengalaman, khususnya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, madrasah harus menjalankan sistem dan komponen kependidikannya secara bersama-sama dan serempak. Begitu juga pihak-pihak yang terkait harus bekerja sama dalam menjalankan roda pendidikan agar berjalan beriringan sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian, harapan untuk membantu pemerintah dalam mengentaskan kebodohan dan kemiskinan dapat terwujud. Pendidikan Islam khususnya di madrasah akan berhasil sesuai dengan harapan semua pihak dan berkembang sejajar dengan pendidikan pada umumnya, bahkan lembaga pendidikan madrasah mampu menelorkan siswa yang berkualitas yang nantinya sebagai ujung tombak dalam kemajuan bangsa. Menurut Hujair AH. Sanaky, setidaknya ada lima hal yang harus didesain, yaitu: pertama, dengan merumuskan visi dan misi serta tujuan yang jelas. Kedua, kurikulum dan materi pembelajaran diorientasikan pada kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat untuk dapat menjawab tantangan perubahan. Ketiga, metode pembelajaran diorientasikan pada upaya pemecahan kasus (promlem solving) dan bukan dominasi ceramah. Keempat, manajemen pendidikan diorientasi pada manajemen berbasis sekolah. Kelima, organisasi dan sumber daya guru yang memiliki kompetensi dan profesional dalam bidangnya masing-masing. Maka pendidikan Islam akan mampu bersaing, mampu mempersiapkan dan melahirkan pemimpin-pemimpin yang tangguh, berkualitas dan berkaliber dunia dalam bidangnya sehingga mampu menjawab persoalan-persoalan aktual atau kontemporer sesuai dengan kebutuhan perubahan zaman. Untuk kelancaran dalam pembaharuan pendidikan madrasah dalam mencapai tujuannya, perlu adanya kepedulian dan keterlibatan dari pihak pemerintah. Pemerintah harus mempunyai kebijakan yang dapat meningkatkan mutu lulusan madrasah sehingga mencapai standar minimal mutu yang ditetapkan secara nasional. Kebijakan tersebut dengan cara, pertama; merumuskan secara jelas kebijakan Manajemen Berbasis Madrasah ini. Hal ini perlu dilakukan agar semua fihak yang terkait dengan madrasah mempunyai gambaran dan pemahaman yang sama mengenai kebijakan ini. Ini mungkin akan berupa sebuah Buku Pedoman Penerapan Kebijakan Manajemen Berbasis Madrasah yang meliputi dasar pemikiran mengapa kebijakan ini perlu diterapkan, sasaran yang ingin dicapai dengan diterapkannya kebijakan ini, indikator ketercapaian sasaran tersebut, standar minimal mutu lulusan madrasah dan indikatornya, penegasan tentang mana tanggung jawab dan wewenang pemerintah dan mana tanggung jawab dan wewenang madrasah dalam upaya membantu siswa mencapai standar minimal mutu tersebut, serta langkah-langkah apa yang akan dilakukan pemerintah untuk membantu madrasah mencapai tujuan pendidikannya. Kedua, mensosialisasikan kebijakan untuk menyamakan gambaran dan pemahaman fihak-fihak yang terkait dengan madrasah serta menyatukan langkah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Sosialisasi ini juga bermanfaat untuk mendapatkan tanggapan dan masukan (umpan balik) dari fihak-fihak yang terkait itu guna menyesuaikan kebijakan itu dengan keadaan di lapangan. Ketiga, mengevaluasi pelaksanaan kebijakan itu di lapangan dan melakukan penyesuaian-penyesuaian serta penyempurnaan-penyempurnaan guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi kebijakan tersebut. Untuk itu, pendidikan Islam di madrasah harus berdasarkan paradigma kebangsaan yang religius. Artinya kepemilahaan kita dalam melaksanakan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang religius. Konsekuensi dari itu maka pendidikan kita harus harus dilaksanakan dengan cara: 1. Pendidikan untuk membangun integritas ilmu dan agama 2. Pendidikan kita dilaksanakan dengan Iqra', mengkaji ciptaan Tuhan utuk memperoleh ilmu Tuhan 3. Pendidikan kita dilaksanakan untuk mengamalkan ajaran Tuhan 4. Pendidikan kita dilaksanakan dengan misi tugas hidup di bumi sebagai wakil Tuhan 5. Pendidikan kita seharusnya mengkaji realita 6. Pendidikan harus mampu membangun tauhid vertikal dan tauhid sosial. 7. Harus mampu membangun tauhid vertikal, yang mengaku Tidak Ada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah. Kesimpulan Dengan berkembangnya zaman, Islam yang didalamnya terdapat sisi pendidikan dituntut untuk menyesuaikan zaman bahkan menciptakan zaman. Kecenderungan Pendidikan Islam hanya mempelajari agama saja membuat orang tidak peka terhadap lingkungan baik itu social, budaya dan teknologi. Dengan berpadunya agama dan ilmu pengetahuan akan menciptakan manusia yang kompeten di dunia dan akhirat. Sesuai dengan jiwa desentralisasi yang menyerap aspirasi dan partisipasai masyarakat dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan, masyarakat dituntut untuk memiliki kepedulian yang tinggi, memperhatikan lembaga pendidikan yang berada di lingkungan setempat. Hal ini dapat menumbuhkan sikap kepemilikan yang tinggi dengan memberikan kontribusi baik dalam bidang material, kontrol manajemen, pembinaan, serta bentuk partisipasi lain dalam rangka meningkatkan eksistensi madrasah yang selanjutnya menjadi kebanggaan lingkungan setempat. Akhirnya madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang hidup dari, oleh dan untuk masyarakat harus mendapatkan sentuhan pikiran dan tangan kita semua. Peningkatan mutu tidak akan terealisir tanpa andil semua pihak. Untuk itu, dengan peningkatan mutunya maka madrasah perlu dibantu, dibela dan diperjuangkan. Dengan harapan di masa depan, madrasah di Indonesia dapat menghasilkan lulusan yang dapat bersaing dengan lulusan lembaga pendidikan lainnya dalam hal kualitas pengetahuan, ketrampilan, maupun mental keagamaannya. Profil umum lulusan madrasah di masa depan, antara lain, memiliki keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq mulia (berkepribadian muslim shaleh) serta memiliki ilmu dan ketrampilan yang berguna bagi masyarakatnya. Secara ringkas, lulusan madrasah diharapkan akan berhasil dalam kehidupannya di dunia dan selamat dalam kehidupannya di akhirat nanti. Daftar Pustaka Abdurrahman, Moeslim. Islam Transformatif, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995. Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, Jakarta : Bulan Bintang, 1979. Arif, Mahmud. Panorama Pendidikan Islam di Indonesia; Sejarah, Pemikiran, dan Kelembagaan, Yogyakarta: Idea Press, 2009. Assegaf, Abd. Rachman. Membangun Format Pendidikan Islam di Era Globalisasi., dalam Imam Machali dan Musthofa (Ed.), Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2004. Azra, Azyumardi. Esei-Esei Intelektual Muslim Dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998. Dawam, Ainurrafiq & Ahmad Ta’arifin. Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, tt, Lista Fariska Putra, 2005. Fajar, A. Malik. Madrasah dan Tantangan Modernitas, Bandung: Mizan, 1998. Furchan, Arief. Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia, Anatomi Keberadaan Madrasah Dan PTAI, Yogyakarta: Gama Media, 2004. Maksum, Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Mas’ud, Abdurrahman. Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Gama Media, 2002. Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung: Trigenda Karya, 1993. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta; RajaGrafindo Persada, 2007. ______________, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Hisyoris, Teoritis dan Praktis, Jakarta : Ciputat Pres, 2002. Nurgiyantoro, Burhan. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, Sebuah Pengantar Teoritis Dan Pelaksanaan, Yogyakarta: BPFE, 1988. Rahim, Husni. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001. Sanaky, Hujair AH. Pendidikan Islam Alternatif Upaya Mengembangkan Madrasah. http://www.pdf-finder.com/PENDIDIKAN-ISLAM-ALTERNATIF-UPAYA-MENGEMBANGKAN-MADRASAH.html. Sutrisno, Pendidikan Islam Yang Menghidupkan, Studi Kritis Terhadap Pemikiran Fazlur Rahman, Yogyakarta: Kota Kembang, 2006. Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islami, Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu, Memanusiakan Manusia, Bandung: Rosdakarya, 2008. Tilaar, H.A.R. Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta : Rineka Cipta, 2000. http://pendis.kemenag.go.id/kerangka/madr.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar