Sabtu, 16 Februari 2013
KONSEP PSIKOLOGI DALAM PERKEMBANGAN STUDI ISLAM
KONSEP PSIKOLOGI DALAM PERKEMBANGAN STUDI ISLAM
Oleh: Tauhedi As’ad.
A.Pendahuluan
Dari ayat diatas dapat dikatakan bahwasanya manusia diciptakan dari tanah dan telah melalui proses yang disempurnakan, maka kemudian ditiupkan Ruh dari Tuhannya. Kedua unsur pokok tersebut (tanah dan ruh) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam pandangan al-Qur'an sebagaimana yang dipahami oleh Imam Ghazali bahwa manusia memiliki aspek yang secara tegas dapat dibedakan menjadi tiga, namun secara pasti tidak dapat dipisahkan. Ketiga aspek tersebut adalah, pertama, aspek Jasad yang merupakan keseluruhan fisik-biologis, sistem sel, kelenjar, dan sistem syaraf (Psikologi Fisiologi). Kedua, aspek Jiwa/ psikis-psikologis yang merupakan keseluruhan kualitas insaniah yang khas milik manusia, berupa: pikiran, perasaan, dan kemauan (Psikologi Humanistik). Ketiga, aspek Ruh/ spiritual-transendental yang merupakan keseluruhan potensi luhur psikis manusia (Psikologi Transpersonal). Ketiga aspek inilah merupakan pembentuk totalitas manusia.
Dengan demikian, tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengabdi kepada sang Khaliq dan sebagai khalifah dimuka bumi yang dibebankan kepadanya tidak salah karena ketiga aspek sebagai totalitas manusia tidak dimiliki makhluk lain. Tugas ini merupakan relasi integral antara alam, manusia, dan Tuhan. Namun, tidak jarang keberadaanya justru kebalikan dari tujuan semula. Oleh karena itu, relasi ketiga aspek psikologis manusia diatas harus dapat terintegrasikan demi mencapai tujuan penciptaan dan sekaligus sebagai insan al-kamil.
Karena banyaknya bahasan dalam hal psikologi manusia, maka dalam studi Islam ini, penulis menfokuskan bahasan pada aspek psikologi humanistik, yaitu mencakup dimensi al-Nafs, al-'Aql, dan al-Qalb. Psikologi humanistik memusatkan perhatian pada sisi kualitas kemanusiaan, berupa: pikiran, perasaan, dan kemauan. Paradigma ini adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan kualitas kemanusiaan.
B. Konsep Psikologi dan Studi Islam
Obyek formal telaah psikologi adalah manusia dan obyek materialnya adalah tingkah laku manusia. Psikologi adalah sebuah istilah yang dipergunakan untuk merujuk bentukan halus dalam diri manusia yang tidak terlihat dan hanya dapat dirasakan. Sesuatu yang tidak tampak itu menimbulkan kesulitan tersendiri dalam memberikan definisi yang tepat. Secara bahasa, psikologi berasal dari bahasa Inggris Psychology yang berasal dari bahasa Yunani Psyche yang artinya jiwa, dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Namun psikologi dalam bahasa arab sampai sekarang masih disebut ilmu nafs yang berarti ilmu jiwa.
Karena beragamnya para ahli dalam mendefinisikan pengertian psikologi, maka penulis hanya mengutip dua pakar yang mewakili dalam pendefinisian psikologi. Menurut Plato dan Aristotes bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. Sedangkan menurut Morgan, C.T. King bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan. Berbeda halnya dalam khazanah keilmuan Islam bahwa psikologi tidak semata sebagai ilmu yang membahas perilaku sebagai fenomena kejiwaan belaka melainkan dibahas dalam konteks sistem kerohanian yang memiliki hubungan vertikal dengan Allah.
Keberadaan manusia telah banyak dibahas didalam al-Qur'an diantaranya adalah tentang sifat-sifat dan potensinya. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dalam bentuk yang paling sempurna dibanding makhluk lainnya. Kesempurnaan manusia ini dibuktikan dengan pemberian akal yang dapat digunakan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, benar dan salah. Manusia dianjurkan mencari kebenaran untuk menjalani hidup di dunia dan di akhirat kelak karena secara alamiah manusia mempunyai potensi diri. Proses aktualisasi potensi itu merupakan pencapaian tujuan akhir pendidikan Islam. Islam dapat dilihat mempunyai dua komponen, yaitu ibadah (aktifitas penyembahan) dan mu'amalah (interaksi dengan sesama manusia). Keduanya terjalin secara erat dan saling berkaitan dalam banyak hal. Interaksi dengan sesama dan keterkaitan atas keduanya yang dipengaruhi oleh perasaan, pikiran dan kemauan yang dimiliki oleh manusia akan menghasilkan pengakuan yaitu pengakuan atas keberadaan dan tanggung jawabnya sebagai abdullah dan khalifah.
Sedangkan untuk mengaktualisasikan tugas ganda sebagai abdullah dan khalifah maka Allah telah melengkapi manusia dengan sejumlah potensi dalam dirinya. Potensi yang dapat menjalankan tugas dan tanggung jawab adalah al-Nafs, al-'Aql, dan al-Qalb . Dimensi nafsu memiliki dua daya utama yaitu daya ghadab (marah) dan daya syahwat (senang). Daya ghadab adalah daya untuk menghindari sesuatu yang membahayakan atau hal yang tidak menyenangkan. Sedangkan daya syahwat adalah daya untuk merebut dan mendorong kepada hal-hal yang memberikan kenikmatan.
Sementara dimensi Aql memiliki daya mengetahui dan memahami. Daya mengetahui itu muncul sebagai akibat adaya daya fikir seperti memikirkan, memperhatikan, menginterpretasikan. Sedangkan dimensi Qalb memiliki dua daya yaitu daya memahami dan daya merasakan. Daya memahami pada Qalb (disamping menggunakan daya memahami dan merasakan) memiliki daya persepsi Ruhaniah yang sifatnya menerima, yaitu memahami yang haqq dan ilham /ilmu dari Tuhan. Dengan demikian, jiwa manusia mampu menangkap pengetahuan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan Aql dan Qalb. Manusia bebas menentukan tingkah lakunya berdasarkan pikiran, perasaan, dan kemauannya, namun pada saat yang bersamaan, manusia juga bertanggung jawab terhadap lingkungan alam, manusia, dan Tuhannya. Tanggung jawabnya terhadap alam adalah untuk melestarikannya, tanggung jawabnya terhadap sesama manusia adalah mensejahterakannya, dan tanggung jawab terhadap Tuhan adalah untuk mencari Ridla-Nya.
Islam sebagai petunjuk tentang ketundukan total kepada Allah dimaksudkan tidak hanya bagi orang-orang tertentu, tetapi bagi seluruh umat manusia. Universalisme Islam ini berarti bahwa semua manusia, baik sesama individu, sesama kelompok, maupun sesama bangsa adalah sama dihadapan Allah. Seseorang atau kelompok tidak dinilai berdasarkan keturunan atau kesempurnaan fisik seseorang tetapi berdasarkan keimanan, kehidupan yang lebih baik, dan perhatiannya kepada kesejahteraan orang lain.
C. Psikologi Humanistik Dalam Studi Islam
Psikologi Islami memandang bahwa manusia selalu dalam proses berhubungan dengan alam, manusia, dan Tuhan. Hubungan manusia dengan alam sangat diperlukan untuk menghargai dan menghormati terhadap ciptaannya sehingga manusia mampu menjaga lingkungan yang baik. Sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya yaitu menjaga dan melindungi harga dan martabat sebagai manusia, karena manusia diciptakan sama, maka sikap dan tindakan jangan sampai mengakibatkan perpecahan dan permusuhan. Sementara manusia dengan Tuhan tiada lain untuk menciptakan hubungan penghambaan yang baik, karena manusia diciptakan oleh Allah dengan penuh kasih sayang.
Dalam pandangan psikologis humanistik, manusia mempunyai potensi untuk berbuat baik dari aspek kemauan , kebebasan, perasaan, dan pikiran untuk mengungkap makna hidup dengan berdasarkan nilai-nilai ketauhidan sehingga manusia mampu mengembangkan potensi dan kualitas hidup yang Islami. Oleh karena itu, konsep tersebut mengintegrasikan hubungan piramida antara nafs, akal, dan hati ke dalam konteks psikologis manusia dengan berdasarkan pada ajaran-ajaran wahyu. Hubungan konsep psikologis humanistik tersebut, akan melahirkan kreatifitas hidup sebagaimana yang telah dipesankan Tuhan dalam al-Quran yaitu semangat untuk berpikir, kemauan berbuat kebaikan dan menciptakan nilai-nilai spritualitas yang tinggi demi kualitas hidup manusia secara universal.
Sebagai ajaran yang paling mendasar dan penting dari Islam adalah tauhid. Penegasan terhadap kenyataan diri yang sesungguhnya bahwa penguasa segala sesuatu adalah satu, namun tidak semata berarti suatu bilangan. Ke Esaan Allah diluar bilangan, ini untuk menjelaskan atas keistimewaan-Nya. Ke Esaan Allah akan terwujud dalam dunia sekeliling manusia, dalam keharmonisan, keteraturan, dan keindahan ciptaannya. Dengan demikian, yang terpenting dari segala dasar ini adalah pengakuan dan mengimani tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa. Iman berarti keselamatan atau keamana dan ini melibatkan pengakuan dihati dan perbuatan anggota badan, yang keduanya diperkuat oleh kemampuan olah pikir. Beriman kepada Allah dalam hal ini disebutkan untuk menunjukkan bahwa hal itu memberikan kerangka dasar dimana moralitas harus dilaksanakan. Manusia dapat memilih moralitas tanpa agama, namun kondisi ini akan membawa manusia kepada bencana ideologi komunisme.
Dasar lain dari pengakuan adalah mengakui atas kerasulan Muhammad, wahyu, dan kitab suci. Salah satu ajaran dasar lain dalam Islam ialah bahwa manusia itu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Islam berpendapat bahwa hidup manusia di dunia ini tidak bisa terlepas dari hidup manusia di akhirat. Bahwa lebih dari itu, corak hidup manusia di dunia ini menentukan corak hidupnya di akhirat kelak. Prinsip-prinsip ajaran tersebut harus dilakukan oleh umat Islam untuk mengembangkan kesadaran spritual untuk meningkatkan kualitas dan potensi hidup secara Islami.
Semangat konsep psikologis humanistik mengisi dan mengembangkan bahkan mengkritik konsep-konsep Barat yang cenderung mengedepankan konsep pemisahan agama dengan ilmu pengetahuan. Simbol yang menyolok dari arogansi manusia ini adalah penyombongan terhadap Titanic yang tenggelam ke dalam lautan Allah pada musim semi tahun 1912. Salah satu bukti kritikan terhadap Barat tentang perkembangan psikologis yaitu Sigmund Freud dalam teori psikoalisis yang menyatakan bahwa, anatomi tubuh manusia ada tiga kategori yaitu, Id, Ego, dan Super Ego yang tidak dapat dipisahkan. Menurutnya, yang lebih dominan dalam struktur psikis manusia bawah sadar adalah Id dan memandang manusia sebagai makhluk yang sangat ditentukan oleh masa lalunya.
Teori ini dipandang sebagai teori yang menyederhanakan kompleksitas dorongan hidup yang ada dalam diri manusia. Teori ini hanya menjelaskan adanya kebutuhan manusia yang paling mendasar, yaitu kebutuhan fisiologis. Namun teori ini belum mampu menjelaskan kebutuhan-kebutuhan luhur (mulia) dari diri manusia. Sejalan dengan itu, teori ini juga belum mampu menjelaskan tentang kebutuhan manusia terhadap agama dan adanya dorongan iman sebagai penggerak seseorang untuk bertingkah laku. Manusia tidak dibebaskan begitu saja tanpa adanya pergerakan hati mereka untuk memilih. Setiap manusia dilahirkan sebagai muslim pada saat awal penciptaannya. Manusia adalah sekumpulan kontradiksi, yaitu diciptakan secara fitrah dalam keadaan beriman tetapi mereka juga memiliki kecenderungan untuk mengikuti nafsu atau keinginan jasmaninya. Keadaan ini justru merupakan kekuatan besar untuk melaksanakan tugas sebagai hamba dan khalifah karena akan mudah menerima ajaran agama yaitu Islam, suatu agama yang sesuai dengan fitrah kejadian manusia, agama yang mengatur hubungan manusia dan Tuhan, manusia dengan sesamannya dan manusia dengan alam lainnya.
Kesimpulan
Potensi manusia yang berupa pikiran, perasaan, dan kemauan yang diaktualkan kepada pengakuan tentang ke Esaan Allah bukanlah sebagai argumentasi filosofis melaikan penegasan bahwa manusia memang mengakuinya. Demikianlah mereka mengikuti seruan Allah. Tauhid berarti pengetahuan bahwa Allah sebagai satu-satunya penguasa yang berkuasa atas alam semesta. Pengetahuan ini bukanlah hasil dari kepercayaan tetapi ia adalah dasar kepercayaan. Kesadaran akan tauhid adalah bagian dari pengetahuan yang Allah ciptakan dalam diri setiap manusia pada sifat fitrahnya.
Islam adalah kepastian mutlak atas ke Esaan Allah. Keimanan dan ke Esaan Allah menunjukkan persatuan makhluk, kemanusiaan dan umat Islam. Ini adalah kerangka dimana agama dan moralitas harus ditetapkan. Iman dalam analisa akhir merupakan suatu analisa sikap. Seorang dapat menjadi muslim dan akan hidup dalam kedamaian ditengah masyarakat, tetapi jika seseorang tidak memiliki keimanan ia adalah seorang munafik. Pengakuan adanya Allah didasari atas dimensi psikis manusia berupa Nafs (kemauan), Aql (pikiran), dan Qalb (perasaan).
Daftar Pustaka
Anshari, Endang Saifuddin. Wawasan Islam, Pokok-pokok Pikiran Tentang Paradigma dan Sisitem Islam (Jakarta : Gema Insani, 2004
Ayoub, Mahmoud M. Islam: Antara Keyakinan & Praktik Ritual, Refleksi Cendikiawan Muslim Untuk Kesadaran dan Kesatuan Umat, Nur Hidayat (terj). Yogyakarta : AK. Group, 2004.
Baharuddin. Aktualisasi Psikologi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I, 2005.
_______________. Paradigma Psikologi Islam, Studi Tentang Elemen Psikologi Dari al-Qur'an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Al-Husna Baru, 2003.
¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬______________. Teori-teori Kesehatan Mental (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1992), hlm. 202.
Nashori, Fuad. Potensi-potensi Manusia, Seri Psikologi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. II, 2005.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Pres, Jilid I, 1985.
Shaleh, Abdul Rahman & Muhib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar, Dalam Perspektif Islam, Jakarta: Prenada Media, Cet. II, 2005.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
NanoTi Titanium Line-Bar Wire - Titanium-Arte Wire - TITanium-Arte
BalasHapusThis product is made in columbia titanium boots China. Please browse babyliss pro titanium flat iron the ford focus titanium hatchback pictures does titanium tarnish of products for sale or find in titanium rods stores near you. This product is made in China.